Diposkan pada #Bersyair

Cerita Semalam

Cerita semalam

Cerita yang pendek, namun menyenangkan

Tahukah apa yang sama?

Cerita tentang impian

Ya, itu menyenangkan

Sebaris, dua baris kalimat

Menyenangkan

Menenangkan

Lalu apa?

Semoga kita sama-sama bersemangat

Pagimu, pagimu

Pagiku, pagiku

Pada suatu malam, kita menitip sebuah cerita

Tanpa muara

Hanya tawa

Terima kasih 🙂

Diposkan pada #Bersyair

Siapa Melenakannya?

Siapa yang suka dengan sepi?

Siapa yang suka dengan sendiri?

Ia pun tak menyukainya

Hingga dicarinya telinga, mata, yang mampu merasai cerita-ceritanya

Ia tampak bahagia setelah menemukan yang dicarinya

Hari-hari yang ramai, penuh tawa

Kadang sesekali ada luka, namun cepat sekali sembuhnya

Hingga entah angin apa yang bertiup sepoi-sepoi, lalu melenakannya

Membuatnya lupa pada kisah-kisah yang telah dirangkainya

Barangkali ada temuan baru yang menyenangkan hatinya

Barangkali juga ada sesuatu yang sempat membuatnya kecewa, lalu membiarkan dirinya alpa

Tanya-tanya tak ia temukan dengan jawaban

Sekarang, apa-apa sedang terbang ingin pulang ke sarang

Semoga sampai, tidak terbengkalai

Semoga ia pun tak lalai

Diposkan pada #MengejaRasa

Kembali Berjalan

Sering ingin menyerah pada lelah

Barangkali terlalu banyak berteman dengan rapuh

Seakan yang kuat hanya berasal dari luar

Padahal, mencintai diri ialah obat untuk sembuh dan kembali kuat

“Jangan khawatir, segala lelah menjadi lillah”

Begitu katanya

Tertatih

Terseok

Bangun lagi

Kembali berjalan

Dengan segala kenyataan

Diposkan pada #IniCeritaku

Senandung yang Biasa

“Hmmm… hmmm… hmmm…”

Ia menatapku yang sedang bersenandung. Aku tersenyum.

“Itu apa?”, tanyanya.

“Ya bersenandung aja…”, jawabku sambil tersenyum.

Senandung. Hal yang ditandai orang-orang di rumah, dulu. Terutama eyang kakung. Katanya, kalau pagi-pagi aku bersenandung, artinya hatiku sedang riang. Tapi kalau aku diam saja, tidak bersenandung, berarti aku sedang kesal, sedih, atau tidak senang hatinya.

Seiring waktu, sepertinya itu menjadi kebiasaan. Mungkin senandungnya menjelma juga keceriaan-keceriaan yang lain. Tapi, diamnya yang tetap. Kalau sedang tidak enak hati, lebih sering memilih diam. Kenapa? Sesungguhnya tak tahu betul alasannya.

Kalau dipikir-pikir, daripada salah ngomong, malah membuat suasana kacau. Apalagi kalau pagi-pagi. Jadi, diam adalah pilihan yang tepat.

Meski kadang jadinya mengundang tanya. “Kenapa?”.

Entah apakah suatu kali nanti diamnya berubah menjadi cara-cara lain untuk mengungkapkannya.

Begitulah, ada hal-hal yang kita bawa sejak kecil dan menjadi penanda. Namun, kadang ada yang perlu disesuaikan dengan situasi, masa dan siapa yang dihadapi.

Adakah kebiasaanmu dari dulu yang kamu bawa sejak kecil? Apakah lama-lama juga ada yang berubah?

Diposkan pada #Ceritaku

Agar Tidak Sama-Sama Pusing

Mana yang lebih sulit, mengelola amarah sendiri atau menghadapi orang lain yang sedang marah?

Dua-duanya sulit, tapi berbeda cara menghadapinya.

Namun, buatku seringnya lebih sulit menghadapi orang lain marah. Kenapa? Karena aku tidak tahu isi kepala dan isi hati dia yang sesungguhnya. Bahkan, meski aku bertanya, kadang aku masih meragukan jawabannya.

Bisa jadi itu salahku, karena terlalu skeptis. Tapi, semakin ditepis, semakin sering munculnya. Jadi, aku menyebutnya intuisi. Intuisi bahwa ada yang sedang tidak baik-baik saja.

Seberapa banyak orang yang sama denganku? Aku tidak tahu. Barangkali, salah satunya adalah kamu.

Seringnya orang memilih diam ketika menghadapi amarah orang lain. Jika memang situasi sudah memungkinkan, baru bisa bertanya. Itu pun bisa dilakukan jika memang benar-benar peduli. Kalau tidak seberapa peduli terhadap yang sedang marah, maka membiarkannya saja, tidak mau tahu urusannya… hehehe…

Begitulah, orang akan memperjuangkan yang memang penting dan layak untuk diperjuangkan. Jika memang tidak, ya sudah, dilepaskan saja. Bukan tidak ingin menjadi orang baik, tapi itu hanya bentuk menghargai pilihan orang lain untuk tidak lagi memiliki urusan bersama.

Memang tidak semua orang pandai menyampaikan perasaannya, menceritakan masalahnya. Euum.. mungkin bukan karena tidak pandai, tapi tidak nyaman, atau ada hal lain yang membuatnya kesulitan berekspresi.

Itulah, ada yang memang peduli lalu membantunya bercerita. Jika pun itu adalah hal yang menyakitkan bagi yang mendengarkan, ya akan didengarkan saja dan akan tetap menghargainya. Sedih atau tidak, luka atau tidak, itu sudah menjadi urusan orang yang mendengarkan, kan?

Intinya keinginannya hanya untuk mendengarkan. Jika kemudian ia memilih untuk berempati atau bersimpati, sudah bukan menjadi kuasa yang bercerita lagi. Setidaknya, segala hal bisa menjadi lebih baik, tidak menjadi asumsi.

Dan yang paling penting, tidak sama-sama pusing… :))

Diposkan pada #MengejaRasa

Persona

Intuisi

Bias

Prasangka

Apa saja itu yang tak terlihat, belum tentu ada, namun ada dalam rasa

Memenuhi isi kepala, sering luber malam-malam, sampai menjelang pagi

Ingin dimengerti, dipahami, lalu menemukan solusi

Tapi, banyaknya semua ya begitu-begitu saja

Dipendam

Diingkari

Dibalut haha hihi

Diberi pupuk “tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja”

Tumbuh subur menjelma persona

Diposkan pada #Bersyair

Peran dan Waktu

Barangkali setiap peran punya waktu sendiri-sendiri

Bukan untuk sewaktu-waktu

Bukan untuk sepanjang waktu

Barangkali aku yang belum paham

Kamu memilihku hanya untuk sebuah peran dalam suatu waktu

Tidak untuk sewaktu-waktu

Tidak untuk sepanjang waktu

Meskipun seolah kausiapkan aku untuk semua peran

Yang harus selalu ada sewaktu-waktu

Yang bersedia sepanjang waktu

Diposkan pada #Bersyair

Kata yang Kusimpan

Kadang ada kata yang kusimpan

Bukan karena tak hendak kukatakan

Aku hanya tak ingin terburu-buru

Apakah kamu telah enggan menunggu?

Sesungguhnya, kamu tak perlu meragu

Sebab buatku, semuanya tetap menyatu

Ketika cerita-cerita memelan

Aku diliputi khawatir yang berlebihan

Tak ada lagi selain prasangka baik yang aku titipkan

Agar cerita-cerita itu kembali bertautan