Andalan
Diposkan pada #30HariMenulisSuratCinta, #IniCeritaku

“Apa Kabar?” yang Ke Dua Belas

Hari ini, tanggal 30 November. Aku masih selalu mengingat tentangmu. Oh iya, hari ini hujan turun begitu derasnya. Langit terus menyuguh gemuruh. Muadzin menyeru merdu. Ashar telah tiba. Seperti kala itu, ketika aku duduk di samping pembaringan yang kau pilih sendiri. Bukan lagi di dalam kamar kesayangan. Katamu, supaya tak gerah dan lebih mudah menemui siapa yang datang. Lembut aku belai wajahmu. Mendekatkan telingaku di dekat bibirmu setiap kali kau ingin meminta atau sekadar berucap. Aku berdoa, membacakanmu ayat-ayat yang memang diyakini menenangkanmu.

Sebentar aku tunaikan ashar-ku dan sejenak merebah punggungku yang sedikit kaku. Belum jenak aku memejam, aku mendengar langkah-langkah kaki yang berderap cepat. Berlari, ya mereka berlari. Menghampirimu. Aku membuka pintu kamarku dan turut menghambur. Erat memelukmu.

Apa masih ingat? Aku selalu memelukmu erat-erat. Memilih sendiri caraku merasa aman berada di belakang kemudimu. Aku suka dibonceng kemana-mana. Kau kenalkan pada hampir seluruh sudut kota. Mendengarmu bercerita dimana ada beda ataupun sama tentang segala rupa.

Apa masih ingat? Aku begitu khidmat mendengar setiap cerita yang berbumbu segala rasa. Menikmati tebakan-tebakan yang membuat imajiku terlunta, sebab terlalu sering kalah. Tapi tak apa, aku menyukainya. Menyimpannya rapat-rapat di dalam kotak ingat, yang sampai sekarang masih suka menjulur-julur menyapaku.

Apa masih ingat? Tentang satu liter susu cokelat dan es krim rasa coklat yang kerap menemani kita menikmati sore beranjak senja. Menggenapinya dengan tawa diantara dongeng-dongeng yang tercerita, yang membuatku mengenal siapa Bima berikut kerabatnya. Aku, yang selalu tergoda mendengar kelanjutan kisahnya.

Apa masih ingat? Tentang lukaku sebab belajar bersepeda dan memulai persahabatan dengan korek api. Juga, dengan telapak kaki yang harus selalu tulus disambangi duri. Aku tak lagi takut berlari, dan semakin menyukai menari yang bukan hanya dalam imajinasi. Itu bahagia, yang mungkin orang lain tak mengerti. Tapi aku selalu menyimpannya di sini, di dalam hati.

Apa masih ingat? Perlahan, kau mengajari aku memahami cinta. Cinta yang mendekati sempurna, tanpa menakar pengorbanan lebih dan kurangnya. Cinta yang tak menjauh dari ikhlas dan hormat. Cinta yang sejatinya selalu ada dan dimiliki setiap manusia. Kau yang membuatnya lebih mudah aku mengerti, meski aku pun tak yakin bisa memahamkan kepada yang lain, seperti yang kau lakukan.

Apa masih ingat? Segala mimpi yang pernah aku bagi dan kau katakan aku tak boleh berhenti meraihnya, memeluknya, mensyukurinya. Tentang semua harap yang aku eja dan mencoba lantang membacanya. Meyakinkan semesta agar menemaniku berlari meraihnya. Kau kemas semua dalam tawa, mengajakku larut di dalamnya. Menyukainya dan menjadikannya penyembuh luka-luka.

Apa masih ingat? Aku pernah marah karena kue kesukaanku lebih dulu masuk dalam perutmu. Aku menangis meronta, persis saat aku kehilanganmu. Maaf, mungkin tak cukup seribu kali aku memohon maaf padamu. Tapi sesungguhnya, aku sangat menyayangimu. Aku lebih suka jika saat itu kau membaginya menjadi dua denganku. Seperti yang sebelumnya sering kau lakukan untukku. Sekali lagi, maaf.

Aku tak punya alasan apa pun, menepikan rasa-rasa yang sengaja aku jaga. Atau sekadar melupa cerita, aku tak bisa. Biarkan semua menjadi teman di setiap perjalanan, ketika kemudian, aku sendirian.

Jika di detik ini pun aku masih bercerita padamu, aku selalu yakin kau mendengarnya. Merasakan apa-apa yang aku rasa. Seperti yang biasa. Aku biarkan semua abadi dalam tulisan, seperti yang pernah kita biasakan. Oh iya, aku masih menyimpan diary biru itu. diary pertamaku. Darimu, untukku :’)

Aku harap, aku tak pernah mengenal lelah memelukmu dengan do’a-do’a. Karena sekarang hanya itu yang aku bisa. Aku harap, kau pun menikmati bahagia seperti yang aku rasa. Bahkan, aku ingin kau lebih bahagia. Aku yakin, Tuhan menyayangimu sepenuhnya. Malaikat-malaikat juga tahu, aku selalu mengagumimu, merasa selalu dibahagiakanmu.

Aku rasa begitu pun yang dirasa mereka. Mereka yang mengantar kepergianmu, di akhir perjalananmu, di tempat yang fana ini. Menuju yang abadi. Maaf, kala itu aku meronta, air mataku menderas. Bukan aku tak merelakanmu pergi. Waktu itu aku merasa masih banyak yang belum usai aku ceritakan padamu.

Dan ini, tahun ke-dua belas aku tanpamu. Aku sudah besar. Tapi mungkin belum sedewasa yang kau harapkan, aku akan perjuangkan. Sudah memeluk beberapa mimpi yang pernah aku ceritakan padamu. Nanti, aku akan berlari lebih kencang lagi. Meraih mimpi-mimpi. Karena sekarang, hanya ini yang aku bisa lakukan, untuk membahagiakanmu. Membuktikan kepada semesta bahwa segala yang pernah kau lakukan, tak pernah aku sia-siakan.

Bolehkah aku bertanya, “Apa kabar?” padamu? Aku rindu senyummu, tawamu. Dan..eratnya pelukanmu, yang selalu menenangkan aku.

Mungkin, yang lain juga sepertiku, merindukanmu. Eyang Kakung yang selalu membagikan kecupan semesta lewat cerita dan tawanya… :*

Diposkan pada #Bersyair

Bagaimana Kabarnya?

Ceritamu telah sampai pada halaman berapa?

Cerita apa yang paling seru tentangnya?

Pernahkah kamu bangga padanya?

Seberapa kamu percaya padanya?

Seberapa sering kamu merindukannya?

Pernahkah kamu lupa menanyakan kabarnya?

Apa caramu yang paling ampuh menyembuhkan lukanya?

Seberapa bahagia kamu saat menemuinya?

Impian mana yang masih terus kamu perjuangkan bersamanya?

Masih kerapkah cerita lucumu membuatnya tertawa?

Pesan apa yang terus kamu kirimkan padanya?

Apakah kamu tahu?

Dia ingin bersamamu setiap waktu

Sewaktu-waktu

Jadi, bagaimana kabarnya?

Diposkan pada #Bersyair

Ceritanya

Apakah ceritanya akan sama?

Perihal alur yang kerap kembali menyapa

Kadang ingin menolak jika untuk suatu luka

Tapi hanya bisa berusaha kuat

Tak mampu berbagi perih, merelakannya semakin perih

Tak mampu berbagi bahagia, merelakannya menjadi sesak

Ingin mengungkap tapi sepertinya semua biasa

Hanya takut akhirmya menyisakan luka

Entah pada siapa…

Diposkan pada #Bersyair

Tetaplah Menjadi Kita

Barangkali kamu lelah dengan semua beda

Barangkali kamu lelah dengan semua jeda

Kadang, aku pun begitu

Tapi, aku terbiasa

Itu akan ada pada semua masa

Lalu bagaimana?

Aku menikmatinya

Aku bukan menginginkan suasana

Aku menginginkan yang ada

Bagaimana pun rasanya

Aku ingin melaluinya bersama

Tetaplah menjadi kita

Hingga menemukan banyak baru dengan rasa yang luar biasa

Itu saja

Diposkan pada #Bersyair

Memelihara Rindu

Tentang ruang yang lengang

yang kubiarkan terus berkenan

Memelihara rindu, untukmu

Rindu yang kadang menari berhari-hari

Kemudian melemah dalam sunyi

Namun, menyala lagi untuk menanti

Menanti di ujung temu, untukmu

Bagaimana kamu?

Apa yang seru dalam rindu?

Perih ataukah dipenuhi senyum melulu?

Aku, kamu…

yang selalu payah

Hampir lelah…

Memelihara rindu

Di antara biru…

Diposkan pada #MengejaRasa

Pelajaran Bohong?

Aku merasa baru saja diajari berbohong

Berbohong untuk tidak mengatakan kesalahan dan kebenaran dengan gamblang

Aku disarankan untuk menutupi kecurangan

Dengan dalih menjaga hubungan baik

Bagaimana menurutmu?

Aku tidak paham…

Bagiku, curang tetaplah curang

Apalagi dengan tujuan mendapatkan keuntungan

Entah kenapa aku malah sedih…

Menyadari bahwa selama ini juga dikelilingi kebohongan

Kebohongan yang katanya untuk menenangkan

Agaknya, muka dua bukan lagi pilihan

Melainkan kewajiban

Sekali lagi… sedih sekali hati ini…

Bagaimana denganmu?

Mungkin kita berbeda…

Dalam memilih cara…

Maaf, aku tidak ingin lebih banyak menghabiskan energi

Lebih suka menebas pada inti

Diposkan pada #MengejaRasa

Hari Sabtu yang Lain

Kukira, hari Sabtu ialah hari yang paling ditunggu

Oleh siapa pun itu

Namanya, malam minggu…

Sebagaimana waktu untuk bersenang-senang melulu

Tapi ternyata tidak

Saat ini, aku tidak pernah merasa siap menghadapi hari Sabtu

Hari yang membuatku merasa isi kepala terlalu rumit

Jika ingin berlayar bersama, siapkan amunisi masing-masing

Tak sudikah bersenang-senang di hari Sabtu?

Jangan hanya bertumpu

Banyak kepala bukan hiasan belaka

Sesungguhnya mampu untuk saling menghidupkan

Kita harus bersenang-senang di hari Sabtu

Meski tak sehari penuh

Diposkan pada #MengejaRasa

Berjalan

Beriringan…

Beriringan…

Diiringi…

Diiringi…

Ada tenang yang dirasai

Dalam diam

Ada senang yang dirasai

Dalam pejam

Sampai bertemu lagi

Dengan senyum dan sapa yang wangi

Diposkan pada #MengejaRasa

Suatu Pagi, Kacau!

Isi kepala yang mendadak kacau

di suatu pagi

Lalu lupa harus apa-apa lagi

Rasanya ingin tidak jadi pergi

Tapi bagaimana?

Sudah telanjur janji

Memaksa rasa hati

Niatnya ingin berbaik-baik

Tapi ditolak lagi…

Lelah sekali

Pedih sekali…

Sampai-sampai, sikap jadi berantakan

Tidak ada yang sesuai rencana

Aku suka, tapi kadang juga benci

Ingin tidur cepat…

Diposkan pada #MengejaRasa

Di Antara Kata-Kata

Menulisi kertas kosong dengan kata-kata

Menyisipkan pesan di antara kata-kata

Menuangkan rasa di antara kata-kata

Menitipkan harapan di antara kata-kata

Mengalirkan cerita di antara kata-kata

Menitipkan arti di antara kata-kata

Barangkali, ada namamu di antara kata-kata

Berdampingan dengan rindu dan tanya-tanya di kepalanya

Diposkan pada #Bersyair

Bersedih

Kadang, perlu untuk bersedih tanpa terluka

Bersedih bukan karena sakit

Hanya bersedih…

Dibawa rasa yang melemah

Pelan-pelan, bisa menguat lagi

Bisa senyum pamer gigi

Yang runtuh-runtuh biar saja meluruh

Besok, buat yang baru

Beli lagi yang banyak

Temukan lagi yang paling menyenangkan

Bersedih boleh…

Jangan terlalu lama yaaa…